Tujuan Upacara Ngaben: Ritual Sakral Umat Hindu Bali

Pengertian dan Definisi Upacara Ngaben

Ngaben adalah upacara pembakaran jenazah atau kremasi yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali. Ritual ini termasuk dalam kategori upacara Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan kepada leluhur. Kata "ngaben" sendiri memiliki beberapa penafsiran asal-usul, di antaranya:

  • Berasal dari kata "beya" yang berarti bekal
  • Berasal dari kata "ngabu" yang artinya menjadi abu
  • Ada pula yang memaknainya sebagai penyucian dengan menggunakan api

Dalam kepercayaan Hindu Bali, jasad manusia terdiri dari badan kasar (fisik) dan badan halus (roh atau atma). Ketika seseorang meninggal, yang mati hanyalah badan kasarnya, sementara rohnya tetap ada. Oleh karena itu, upacara ngaben dilakukan untuk memisahkan roh dari badan kasarnya dan menyucikan roh tersebut.

Ngaben juga dikenal dengan istilah palebon, yang berasal dari kata "lebu" yang artinya prathiwi atau tanah. Palebon bermakna menjadikan jasad kembali menjadi tanah atau abu. Proses ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan membakar (ngaben) atau menanam ke dalam tanah (metanem).

Tujuan dan Makna Filosofis Upacara Ngaben

Upacara ngaben memiliki beberapa tujuan dan makna filosofis yang mendalam bagi umat Hindu di Bali, di antaranya:

  1. Menyucikan Roh: Tujuan utama ngaben adalah untuk menyucikan roh (atma) orang yang telah meninggal dunia. Proses pembakaran dipercaya dapat membebaskan roh dari ikatan-ikatan duniawi, sehingga dapat melanjutkan perjalanannya ke alam selanjutnya dengan lebih mudah.
  2. Mempercepat Pengembalian Unsur Panca Maha Bhuta: Dalam ajaran Hindu, tubuh manusia terdiri dari lima unsur dasar alam semesta yang disebut Panca Maha Bhuta, yaitu pertiwi (tanah), apah (air), teja (api), bayu (udara), dan akasa (ether). Ngaben bertujuan untuk mempercepat proses pengembalian unsur-unsur ini ke asalnya masing-masing.
  3. Memfasilitasi Reinkarnasi: Umat Hindu percaya pada konsep reinkarnasi. Ngaben diyakini dapat membantu roh untuk lebih cepat terlahir kembali atau mencapai moksa (kebebasan dari siklus kelahiran kembali).
  4. Ekspresi Bakti Anak kepada Orangtua: Melaksanakan upacara ngaben merupakan wujud bakti dan penghormatan anak kepada orangtua atau leluhurnya yang telah meninggal.
  5. Pemenuhan Kewajiban Spiritual: Ngaben dianggap sebagai kewajiban spiritual (swadharma) yang harus dilakukan oleh umat Hindu, terutama kepada orangtua dan leluhur mereka.
  6. Pelepasan Ikatan Duniawi: Bagi keluarga yang ditinggalkan, ngaben menjadi simbol pelepasan ikatan duniawi dengan orang yang telah meninggal. Ini membantu proses penerimaan dan keikhlasan.
  7. Penyucian Lingkungan: Upacara ini juga bertujuan untuk menyucikan lingkungan tempat tinggal keluarga dari energi negatif yang mungkin ditimbulkan akibat adanya kematian.

Filosofi ngaben secara umum didasarkan pada konsep Panca Sradha, yaitu lima kerangka dasar kepercayaan dalam agama Hindu: Brahman (Tuhan Yang Maha Esa), Atman (jiwa), Karmaphala (hukum sebab-akibat), Punarbhawa (reinkarnasi), dan Moksa (kebebasan tertinggi).

Prosesi dan Tahapan Upacara Ngaben

Upacara ngaben merupakan rangkaian ritual yang cukup panjang dan kompleks. Berikut adalah tahapan-tahapan utama dalam prosesi ngaben:

  1. Ngulapin: Tahap awal di mana keluarga melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Durga di Pura Dalem.
  2. Meseh Lawang: Upacara yang dilakukan di perempatan jalan atau di pinggir kuburan untuk memulihkan cacat atau kerusakan jenazah secara simbolis.
  3. Mesiram atau Mabersih: Proses memandikan jenazah yang dilakukan di rumah duka. Terkadang hanya berupa tulang belulang jika jenazah telah lama dikubur.
  4. Ngaskara: Upacara penyucian jiwa tahap awal.
  5. Nerpana: Persembahan sesajen atau bebanten kepada jiwa yang telah meninggal.
  6. Papegatan: Ritual untuk memutuskan hubungan duniawi antara yang meninggal dengan keluarga yang ditinggalkan.
  7. Pengangkatan Jenazah: Jenazah diangkat dan diletakkan di atas bade (menara pengusung jenazah) atau wadah.
  8. Prosesi Menuju Kuburan: Arak-arakan membawa jenazah menuju tempat pembakaran, biasanya diiringi musik tradisional seperti gamelan baleganjur.
  9. Ngeseng Sawa: Puncak upacara berupa pembakaran jenazah yang dilakukan di setra (kuburan).
  10. Nuduk Galih: Pengumpulan sisa-sisa tulang dan abu jenazah setelah proses pembakaran.
  11. Nganyut: Tahap akhir di mana abu jenazah dihanyutkan ke laut atau sungai, sebagai simbol pengembalian unsur air dan bersatunya kembali jiwa dengan alam.

Setiap tahapan ini memiliki makna dan fungsi spiritual tersendiri dalam kepercayaan Hindu Bali. Prosesi ini dapat berlangsung selama beberapa hari, tergantung pada tingkat kerumitan upacara yang dipilih oleh keluarga.

Jenis-jenis Upacara Ngaben

Terdapat beberapa jenis upacara ngaben yang dilaksanakan di Bali, disesuaikan dengan kondisi jenazah, status sosial, dan kemampuan ekonomi keluarga. Berikut adalah jenis-jenis utama upacara ngaben:

  1. Ngaben Sawa Wedana:

    Jenis ngaben ini melibatkan jenazah yang masih utuh dan belum dikubur. Biasanya dilaksanakan dalam waktu 3-7 hari setelah kematian. Untuk upacara berskala besar (utama), persiapannya bisa berlangsung hingga sebulan. Selama persiapan, jenazah diawetkan dan diletakkan di balai adat di rumah keluarga.

  2. Ngaben Asti Wedana:

    Upacara ini melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Sebelum upacara, dilakukan ritual ngagah yaitu penggalian kembali kuburan untuk mengambil tulang belulang yang tersisa. Jenis ngaben ini sering dilakukan ketika keluarga belum siap melaksanakan ngaben segera setelah kematian.

  3. Ngaben Swasta atau Nswasta:

    Upacara ngaben yang dilakukan tanpa kehadiran jenazah atau kerangka. Biasanya dilakukan ketika jenazah tidak ditemukan (misalnya korban bencana alam), meninggal di tempat yang jauh, atau alasan lain yang menyebabkan jenazah tidak dapat dibawa pulang. Dalam upacara ini, jenazah disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang dilukis dan diisi aksara magis.

  4. Ngaben Ngelungah:

    Upacara khusus untuk anak-anak yang belum tanggal gigi. Prosesinya lebih sederhana dibandingkan ngaben untuk orang dewasa, namun tetap melibatkan ritual pembakaran.

  5. Ngaben Warak Kruron:

    Upacara untuk bayi yang keguguran atau meninggal saat lahir. Prosesinya paling sederhana di antara semua jenis ngaben.

Selain jenis-jenis di atas, terdapat pula variasi lain seperti ngaben massal yang dilakukan untuk beberapa jenazah sekaligus, biasanya diorganisir oleh desa adat atau pemerintah setempat untuk membantu keluarga yang kurang mampu.

Perbedaan Ngaben dengan Upacara Pelebon

Meskipun sering dianggap sama, sebenarnya terdapat perbedaan antara upacara ngaben dan pelebon. Berikut adalah beberapa perbedaan utama:

  1. Sasaran Upacara:
    • Ngaben: Dilakukan untuk masyarakat umum dari berbagai kasta.
    • Pelebon: Khusus dilakukan untuk golongan bangsawan atau raja-raja di Bali, terutama dari kasta Brahmana dan Ksatria.
  2. Skala dan Kemegahan:
    • Ngaben: Bisa berskala kecil hingga besar, tergantung kemampuan keluarga.
    • Pelebon: Selalu berskala besar dan megah, melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
  3. Durasi Pelaksanaan:
    • Ngaben: Biasanya berlangsung beberapa hari.
    • Pelebon: Dapat berlangsung berbulan-bulan, terdiri dari dua proses utama (pembaringan jenazah dan kremasi).
  4. Perangkat Upacara:
    • Ngaben: Menggunakan perangkat upacara standar.
    • Pelebon: Menggunakan perangkat upacara yang lebih kompleks dan mewah, seperti bade pelebon dengan tumpang sia (sembilan tingkat) dan lembu setinggi 7,5 meter.
  5. Biaya:
    • Ngaben: Biaya bervariasi, bisa sederhana hingga mewah.
    • Pelebon: Selalu membutuhkan biaya yang sangat besar.

Meskipun berbeda dalam skala dan kemegahan, baik ngaben maupun pelebon memiliki tujuan spiritual yang sama, yaitu menyucikan roh dan memfasilitasi perjalanan spiritual orang yang telah meninggal.

Perkembangan dan Adaptasi Upacara Ngaben

Seiring perkembangan zaman, upacara ngaben juga mengalami beberapa adaptasi dan perubahan, terutama dalam hal teknis pelaksanaannya. Beberapa perkembangan tersebut antara lain:

  1. Penggunaan Teknologi Modern:

    Dahulu, pembakaran jenazah dilakukan menggunakan kayu bakar. Kini, banyak yang beralih menggunakan kompor pembakaran atau bahkan krematorium modern. Perubahan ini membuat proses pembakaran menjadi lebih cepat dan efisien, dari yang tadinya membutuhkan waktu berjam-jam menjadi hanya sekitar 3 jam.

  2. Krematorium:

    Penggunaan krematorium mulai mendapat legitimasi dari pemuka agama Hindu di Bali sejak tahun 2014. Keputusan ini diambil setelah melalui diskusi panjang dan pertimbangan berbagai aspek, termasuk fleksibilitas ajaran agama Hindu dan tidak adanya larangan eksplisit dalam kitab suci.

  3. Ngaben Massal:

    Untuk membantu keluarga yang kurang mampu, pemerintah daerah dan lembaga adat sering mengadakan ngaben massal. Ini memungkinkan lebih banyak umat Hindu untuk melaksanakan kewajiban spiritual mereka tanpa terbebani biaya yang terlalu besar.

  4. Penyesuaian dengan Kondisi Pandemi:

    Selama pandemi COVID-19, pelaksanaan upacara ngaben juga mengalami penyesuaian. Pemerintah Provinsi Bali bersama lembaga adat mengeluarkan aturan untuk membatasi jumlah peserta dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dalam pelaksanaan upacara adat, termasuk ngaben.

  5. Eco-Friendly Ngaben:

    Mulai muncul kesadaran untuk melaksanakan ngaben yang lebih ramah lingkungan, misalnya dengan mengurangi penggunaan material yang sulit terurai atau mencemari lingkungan.

Meskipun mengalami berbagai adaptasi, esensi dan tujuan spiritual dari upacara ngaben tetap dipertahankan. Perubahan-perubahan ini lebih bersifat teknis untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi masyarakat modern.

Tantangan dan Kontroversi Seputar Upacara Ngaben

Meskipun merupakan tradisi yang sangat dihormati, upacara ngaben juga menghadapi beberapa tantangan dan kontroversi dalam pelaksanaannya di era modern. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Biaya yang Tinggi:

    Salah satu tantangan terbesar dalam pelaksanaan ngaben adalah biaya yang seringkali sangat tinggi. Hal ini dapat menjadi beban berat bagi keluarga yang kurang mampu, terkadang bahkan menyebabkan penundaan upacara hingga bertahun-tahun.

  2. Tekanan Sosial:

    Ada ekspektasi sosial yang tinggi untuk melaksanakan ngaben secara besar dan megah, terutama bagi keluarga dengan status sosial tinggi. Ini dapat menciptakan tekanan bagi keluarga untuk mengadakan upacara yang melebihi kemampuan finansial mereka.

  3. Dampak Lingkungan:

    Penggunaan berbagai material dalam upacara, termasuk pembakaran dalam skala besar, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini mulai menjadi perhatian di kalangan aktivis lingkungan.

  4. Konflik dengan Kehidupan Modern:

    Pelaksanaan ngaben yang membutuhkan waktu lama dan persiapan rumit terkadang sulit diselaraskan dengan tuntutan kehidupan modern, terutama bagi mereka yang tinggal di kota besar atau luar Bali.

  5. Perdebatan Teologis:

    Penggunaan teknologi modern seperti krematorium masih menimbulkan perdebatan di kalangan beberapa pemuka agama, meskipun secara umum sudah diterima.

  6. Wisata Budaya vs Kesakralan:

    Popularitas ngaben sebagai atraksi wisata budaya terkadang menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya nilai kesakralan upacara ini.

  7. Perbedaan Interpretasi:

    Adanya variasi dalam interpretasi dan pelaksanaan ritual antar desa adat atau kelompok masyarakat terkadang dapat menimbulkan kebingungan atau bahkan konflik.

Menghadapi tantangan-tantangan ini, masyarakat Hindu Bali terus berupaya mencari keseimbangan antara mempertahankan esensi spiritual upacara ngaben dengan adaptasi terhadap tuntutan zaman modern.

News & Events

Tujuan Upacara Ngaben: Ritual Sakral Umat Hindu Bali

Konsep Dasar Beragama Hindu

Pengorbanan dalam Perspektif Hindu

DPRD Bali Audiensi dengan Ditjen Bimas Hindu, Perkuat Pendidikan Widyalaya dan Nilai Keagamaan

Rangkaian Pujawali, Mapiuning Akan Digelar di Sejumlah Pura

Website Resmi Pasraman

PPPI (Perkumpulan Pendidik Pasraman Indonesia) didirikan secara legal formal yaitu : 1) Akta Notaris No 13 Tanggal 03 Maret 2021, 2) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.AHU-0009535.AH.01.07. TAHUN 2021 (Tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan Pendidik Pasraman Indonesia), 3) Tanda Daftar PPPI No. 1753/DJ.VI/BA.00/1/2022 dan NPWP 65.185.009.1-435.000 Website Resmi Pasraman.

Keanggotaan PPPI (Perkumpulan Pendidik Pasraman Indonesia) bersifat Nasional yang terdiri dari Pasraman Hindu seluruh Indonesia yang terdaftar beserta Tenaga Pendidik (Acarya).

Anggota PPPI dapat berasal dari berbagai profesi seperti Seniman, Mahasiswa, Dosen, Guru Agama Hindu yang terdaftar dalam Pasraman Hindu dan juga para Pendidik (Acarya) Pasraman Hindu.

Yang dapat menjadi anggota PPPI (Perkumpulan Pendidik Pasraman Indonesia) adalah sebagai berikut:

1. Para Pendidik Keagamaan Hindu di Pasraman formal dan non-formal serta tenaga Kependidikan.

2. Para ahli yang menjalankan pekerjaan Pendidikan Keagamaan Hindu.

3. Mereka yang menjabat pekerjaan di bidang Pendidikan Keagamaan Hindu.

4. Pensiunan sebagaimana dimkasud pada butir (a), (b), (c) yang tidak menyatakan dirinya keluar dari keanggotaan.

5. Para petugas lain yang erat kaitannya dengan tugas Pendidikan formal maupun non-formal.

6. Mereka yang berijazah Pendidikan Agama Hindu serta umum tetapi wajib beragama Hindu yang tidak bekerja di Bidang Pendidikan Agama Hindu.

IDENTITAS PPPI

1. PPPI (Perkumpulan Pendidik Pasraman Indonesia).

2. Anggota berasal dari Pasraman Hindu formal dan non-formal yang sudah terdaftar dalam PPPI.

3. Anggota PPPI memberikan kontribusi untuk meningkatkan eksistensi Pasraman, mengembangkan pengetahuan dan keilmuan berlandaskan ajaran agama Hindu.

4. Anggota PPPI diberikan kartu anggota (e-card) sebagai tanda bukti keanggotaan

5. PPPI memiliki logo dan motto sebagai identitas Organisasi

6. PPPI didirikan di Indonesia pada tanggal 03 Maret 2021.

VISI

Membangun Insan Pendidik beserta Tenaga Kependidikan yang cerdas, cakap, terampil, rukun, profesional dan sejahtera serta tanggap pada perkembangan Ilmu dan Teknologi berlandaskan ajaran Agama Hindu.

MISI

1. Meningkatkan pemahaman bidang keilmuan berlandaskan ajaran Agama Hindu.

2. Melaksanakan Bidang keilmuan demi kemajuan pasraman baik formal maupun non-formal  

3. Melaksanakan kegiatan pembinaan Pasraman baik formal maupun non-formal sesuai tugas pokok dan fungsi.

4. Meningkatkan kerukunan antar Pendidik Pasraman formal dan non-formal melalui kegiatan simakrama.

5. Meningkatkan profesionalisme kerja dalam menjalankan Tugas pokok dan fungsi.

6. Meningkatkan kwalitas dan mutu pendidikan kepada para Peserta Didik (Sisya) dari semua jenis dan tingkatan.

7. Meningkatkan Kompetensi Pendidik (Acarya) melalui kegiatan seminar, workshop dan diklat, baik yang dilaksanakan secara internal (dalam) maupun eksternal (luar) dan/atau pihak Pemerintah maupun swasta.

8. Meningkatkan kecerdasan serta kepekaan dan/atau tanggap dalam menghadapi tantangan Global dalam revolusi industry 4.0 dan society 5.0 berlandaskan pada Ilmu dan Teknologi yang berkembang.

TUJUAN

1. Mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Berperan aktif dalam mewujudkan tujuan nasional pendidikan yaitu mencerdaskan generasi bangsa dan membentuk Sumber Daya Manusia Indonesia seutuhnya yang beririsan dengan tujuan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Kementrian Agama Republik Indonesia yaitu untuk membentuk Generasi Emas Hindu (2045).

3. Menjaga, memelihara, memperjuangkan serta meningkatkan harkat dan martabat Pendidik serta tenaga kependidikan Pasraman formal dan non-formal dalam berbagai bidang baik Pendidikan Hindu, budaya, sosial, lingkungan dan keilmuan.

4. Meningkatkan rasa kebersamaan dan tanggung jawab sebagai Pendidik Pasraman baik formal dan non-formal.

5. Menumbuhkan semangat Pendidik Pasraman untuk meningkatkan kompetensi profesinya sebagai Pendidik serta Tenaga Kependidikan di Pasraman sebagai Tenaga Administrasi yang Profesional di bidangnya.

6. Membantu Pendidik Pasraman formal dan non formal untuk memperoleh layanan informasi kegiatan pelaksanaan pendidikan serta pengembangan karir.

7. Meningkatkan intensitas komunikasi dan tukar informasi di antara Pendidik serta Tenaga Kependidikan Pasraman formal dan non formal se-Indonesia.

8. Membantu Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu untuk mensosialisasikan dan/atau mengaplikasikan seluruh kebijakan-kebijakan atau program kerja terkait dengan Pendidikan keagamaan Hindu pada Pasraman formal dan non-formal.

9. Mengembangkan ranah wawasan keilmuan serta inovasi dalam pembelajaran Pendidikan Pasraman dalam revolusi industry 4.0 dan society 5.0.

10. Memfasilitasi komunikasi dengan pihak terkait dalam hal solusi terhadap permasalahan data melalui system baik secara online maupun offline yang ada kaitannya dalam manajemen Pendidikan di Pasraman Hindu secara personal Pendidik dan Tenaga Kependidikannya serta Kelembagaan.

Iuran anggota per tahun dapat ditransfer melalui Rek ......... No. .................  atas nama Perkumpulan Pendidik Pasraman Indonesia (PPPI)

Pendaftaran anggota dapat dilakukan dengan mengisi formulir di link website ini Website Resmi Pasraman.